
AVIAN INFLUENZA
Hasil pemeriksaan HI Avian Influenza menunjukkan bahwa dari 710 sampel yang diperiksa dengan riwayat tanpa vaksinasi Avian Influenza, 14 sampel (1,97%) menunjukkan hasil seropositif, 692 sampel (97,47%) menunjukkan hasil seronegatif dan 4 sampel (0,56) tidak bisa diuji.
Kejadian seropositif pada ternak unggas dengan riwayat tidak divaksin Avian Influenza dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah adanya kejadian atau outbreak pada ternak tersebut, adanya imunitas humoral pada ternak unggas tersebut dan shading virus pada lokasi yang pernah dijadikan tempat vaksinasi Avian Influenza. Penularan virus Avian Influenza terjadi secara langsung atau kontak tidak langsung melalui bahan atau peralatan, unggas atau hewan lainnya yang terpapar virus Avian Influenza. Lalu lintas perdagangan unggas memungkinkan dapat membawa dan mengeluarkan virus dari tubuhnya (Carier) dan ada pula yang berbentuk subklinis yang berpotensi menyebarkan penyakit ke lingkungan yang dilaluinya.
Kabupaten / Kota dengan hasil seropositif terhadap Avian Influenza tersebut antara lain Pontianak menunjukkan hasil seropositif sebesar 1,11% seropositif, Sambas menunjukkan hasil seropositif sebesar 2,56% dan Sanggau 8,91%. Kabupaten Sanggau merupakan Kabupaten yang menunjukkan hasil seropositif paling tinggi yaitu 8,91% dari total sampel yang diperiksa.
Sampel diambil dari peternakan sektor 3 dan 4 yang tidak melaksanakan program vaksinasi Avian Influenza. Sistem pemeliharaan ekstensif juga memberikan kesempatan virus untuk bertahan di lingkungan dan berpotensi menginfeksi unggas lainnya. Ditemukannya seropositif Avian Influenza dari unggas tanpa vaksinasi, maka Kabupaten / Kota tersebut harus segera mendapat perhatian dalam kegiatan pencegahan penyakit Avian Influenza.
Hasil pemeriksaan HI Avian Influenza dari 1.126 sampel dengan riwayat unggas telah divaksin Avian Influenza menunjukkan 1.022 sampel (90,76%) menunjukkan hasil seropositif dan 104 (9,24%) menunjukkan hasil seronegatif. Sampel tersebut diperiksa dari peternakan unggas sektor 1 dan 2 yang melaksanakan program vaksinasi Avian Influenza. Dengan hasil ini menunjukkan bahwa vaksinasi bisa menghasilkan respon antibodi atau respon kekebalan terhadap penyakit Avian Influenza. Dengan hasil 90,76% seropositif pasca vaksinasi menunjukkan bahwa unggas yang tervaksin tersebut, 90,76% memiliki kekebalan terhadap penyakit Avian Influenza. Hal ini menunjukkan bahwa program vaksinasi yang dilaksanakan peternakan unggas sektor 1 dan 2 yang diterapkan tersebut berhasil. Namun perlu diperhatikan mengenai keseragaman titer antibodi terhadap Avian Influenza pasca vaksinasi. Karena bila titer antibodi tidak seragam, kekebalan kolektif tidak terbentuk, sehingga rawan terinfeksi penyakit Avian Infleunza. Kabupaten Mempawah menunjukan hasil cakupan seropositi Avian Influenza pasca vaksinasi yaitu mencapai 93,68%.
NEWCASTLE DISEASE
Hasil pemeriksaan HI Newcastle Disease menunjukkan dari 668 sampel yang diperiksa dengan riwayat tanpa vaksinasi Newcastle Disease, 355 sampel (53,15%) menunjukkan hasil seropositif, 302 sampel (45,21%) menunjukkan hasil seronegatif dan 11 sampel (1,64) tidak bisa diuji.
Sampel tersebut berasal dari peternakan unggas sektor 3 dan 4 yang tidak melakukan vaksinasi Newcastle Disease. Keberadaan titer antibodi (seropositif) pada sampel yang diuji diduga karena paparan yang terjadi secara alamiah di lingkungan tempat beternak dan menunjukkan bahwa unggas pernah atau sedang terinfeksi Newcastle Disease. Karena unggas yang terinfeksi virus Newcastle Disease pada taraf subklinis namun tidak memperlihatkan gejala sakit yang mungkin unggas tersebut dapat bertindak sebagai karier virus dan dikhawatirkan dapat menjadi sumber penularan virus ND bagi unggas yang lain yang peka.
Dengan tingginya tingkat seropositif terhadap Newcastle Disease perlu mendapat perhatian oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan pentingnya pelaksanaan vaksinasi Newcastle Disease di masyarakat terutama peternakan unggas sektor 3 dan 4. Kabupaten Mempawah merupakan kabupaten dengan hasil seropositif terhadap Newcastle Disease yang tertinggi yaitu 84,6%. Perlu perhatian bagi Kabupaten / Kota yang menunjukkan hasil seropositif yang tinggi terhadap Newcastle Disease.
Hasil pemeriksaan HI Newcastle Disease dari 505 sampel dengan riwayat unggas telah divaksin Newcastle Disease menunjukkan 501 sampel (99,2%) menunjukkan hasil seropositif dan 1 sampel (0,2%) menunjukkan hasil seronegatif serta 3 sampel (0,6%) tidak bisa diuji. Sampel tersebut diperiksa dari peternakan unggas sektor 1 dan 2 yang melaksanakan program vaksinasi Newcastle Disease. Dengan tingginya prosentase seropositif pada unggas yang telah tervaksin menunjukkan bahwa tingkat kekebalan kelompok unggas yang telah tervaksin tersebut sangat tinggi. Ini bisa mencegah terjadinya kejadian outbreak Newcastle Disease di sektor peternakan unggas tersebut. Dan membuktikan bahwa program vasinasi Newcastle Disease yang dilakukan berhasil.
HOG CHOLERA
Hasil pemeriksaan Elisa Hog Cholera menunjukkan bahwa dari 1.265 sampel yang diperiksa, 46 sampel (3,63%) menunjukkan hasil seropositif dan 1.219 sampel (96,37%) menunjukkan hasil seronegatif. Sampel tersebut diambil dari babi lokal maupun babi ras dengan riwayat tanpa vaksinasi. Timbulnya hasil seropositif disebabkan oleh infeksi alam maupun maternal antibodi yang diturunkan oleh induk yang telah divaksinasi. Karena sebagian besar diambil di peternakan babi rakyat yang tidak divaksinasi, maka perlu dicermati kemungkinan infeksi Hog Cholera yang terjadi di masyarakat dengan melihat hasil seropositif yang didapat. Upaya pencegahan segera dilakukan agar tidak terjadi outbreak.
Bila seropositif tersebut diakibatkan oleh infeksi alam, hal ini mengindikasikan terdapat babi yang karier di wilayah Kalimantan Barat, terutama di Kabupaten Landak dan Melawi yang mana pengujian menunjukkan hasil seropositif terhadap Hog Cholera. Hewan karier tersebut akan sangat membahayakan bila babi dilalulintaskan ke daerah baru yang berpotensi mengancam terjadinya kasus baru.
Kabupaten Bengkayang merupakan daerah dengan hasil seropositif yang tinggi yaitu mencapai 42%, penyebab timbulnya seropositif kemungkinan didapat dari maternal antibodi yang diturunkan oleh induk yang telah divaksinasi. Hal ini karena sampel di Kabupaten Bengkayang diambil dari babi ras di perusahaan peternakan babi dengan usia babi yang diambil sekitar 2 - 3 bulan yang mana induk dari babi tersebut divaksinasi Hog Cholera.
RABIES
Vaksinasi merupakan salah satu kegiatan pencegahan dan pengendalian rabies yang dilaksanakan di Kalimantan Barat diamana vaksinasi akan memberikan kekebalan pada hewan penular rabies. Keberhasilan vaksinasi dapat dinilai dari cakupan vaksinasi dan kekebalan yang ditimbulkan pasca vaksinasi melalui pemeriksaan titer antibodi. Surveilans rabies ini bertujuan untuk mengetahui titer antibodi pada hewan penular rabies terutama anjing pasca vaksinasi rabies dan memberikan informasi kepada pengambil kebijakan dalam mengevaluasi program vaksinasi berikutnya.
Hasil pemeriksaan Elisa Rabies menunjukkan dari 479 sampel, 345 sampel (72%) memiliki titer antibodi protektif (seropositif) dan 134 sampel (28%) tidak memiliki titer antibodi protektif (seronegatif). Banyak faktor yang dimungkinkan mempengaruhi hasil titer antibodi tersebut yang antara lain aplikasi vaksin yang tidak tepat, tidak memperhatikan umur anjing dan kondisi kesehatan anjing waktu pelaksanaan vaksinasi menjadi salah satu penyebab titer yang tidak bagus. Adanya maternal antibodi, jarak waktu vaksinasi dan paparan antigen, perbedaan strain virus, kerusakan vaksin, aplikasi vaksinasi yang kurang tepat, jadwal vaksinasi yang kurang tepat, variasi ras, imunosupresi atau imunodefisiensi, defisiensi nutrisi dan berada pada masa awal infeksi dapat berpengaruh terhadap kegagalan vaksinasi. Perbedaan titer antibodi ini juga berkaitan dengan respon pembentukan antibodi pada setiap individu dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yang antara lain kondisi kesehatan hewan, genetik, umur, nutrisi pakan, stress, kondisi lingkungan dan aplikasi vaksin.
Hasil seropositif / protektif yang mencapai 72,18 % di Kalimantan Barat membuktikan bahwa hasil dari program vaksinasi berjalan lebih baik dari tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan kualitas, yang dimana tahun 2018 hanya 63,44%. Untuk uji Elisa rabies ini, tahun 2019 UPT. Pelayanan Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Klinik Hewan Provinsi Kalimantan Barat tidak hanya menerima sampel dari dalam Kalimantan Barat saja, namun juga menerima sampel dari Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Jakarta.
Fluorescent Antibody Tekhnik (FAT) RABIES
Fluorescent Antibody Tekhnik (FAT) merupakan salah satu metode uji untuk diagnostik penyakit rabies yang sesuai dengan standar internasional yaitu O.I.E Terrestrial Manual 2018. Sampel yang diuji merupakan otak dari hewan penular rabies yang diduga terinfeksi rabies. Pengujian ini juga menentukan kelanjutan pemberian VAR pada manusia yang tergigit hewan penular rabies dan juga menentukan status tertular atau tidak tertular rabies. Dibandingkan tahun 2019 terjadi penurunan jumlah sampel sebesar 11,53% dibandingkan tahun 2018.
Hasil pemeriksaan FAT rabies menunjukkan dari 23 sampel yang diperiksa, 18 sampel (78,26%) menunjukkan hasil positif rabies, 4 sampel (17,39%) menunjukkan hasil negatif rabies dan 1 sampel (4,35%) tidak bisa diuji. Terdapat 5 Kabupaten yang mengirimkan sampel otak yaitu kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sekadau, Sintang dan Kapuas Hulu.
ROSE BENGAL TEST (RBT)
Surveilans dilakukan di Provinsi Kalimantan Barat terutama dilakukan pada daerah dengan populasi sapi / kerbau yang besar dan daerah yang dengan lalu lintas pemasukan sapi / kerbau yang tinggi. Hasil pemeriksaan Rose Bengal Test menunjukkan dari 679 sampel yang diperiksa, 679 sampel (100%) menunjukkan hasil seronegatif. Dengan hasil negatif ini menunjukkan bahwa, dari sampel yang diambil tidak terdapat sapi / kerbau yang terinfeksi Brucellosis. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Kalimantan Barat masih bebas dari penyakit Brucella. Upaya pencegahan harus dilakukan dan perlu pengawasan yang ketat terutama terhadap pemasukan sapi di Kalimantan Barat.
PULLORUM
Hasil pemeriksaan aglutinasi pullorum menunjukkan dari 1.583 sampel yang diperiksa, 209 sampel (13,2%) menunjukkan hasil seropositif, 1.299 sampel (82,06%) menunjukkan hasil seronegatif dan 75 sampel (4,74%) tidak dapat diuji. Dengan hasil itu menunjukkan bahwa masih ditemukan salmonellosis yang disebabkan oleh Salmonella pullorum pada unggas-unggas yang terdapat di Kalimantan Barat. Maka dari itu perlu dicermati mengenai penyakit ini, karena kebutuhan akan unggas dan produknya sangat besar di Kalimantan Barat. Kejadian Salmonellosis banyak disebabkan oleh kurang bersihnya lingkungan dan biosekuriti pada ternak unggas. Upaya pencegahan seperti biosecurity lingkungan yang baik, kebersihan kandang yang baik harus dilakukan di peternakan unggas. Singkawang merupakan daerah dengan hasil seropositif terbesar di Kalimantan Barat yaitu 40,63%. Kapuas Hulu dari sampel yang diuji tidak ditemukan hasil seropositif.
MYCOPLASMA
Hasil pemeriksaan aglutinsi Mycoplasma menunjukkan dari 658 sampel yang diperiksa, 65 sampel (9,87%) menunjukkan hasil seropositif, 479 sampel (72,8%) menunjukkan hasil seronegatif dan 114 sampel (14,33%) tidak dapat diuji. Hasil seropositif berdasarkan hasil uji serologi tersebut menunjukkan bahwa penyakit CRD masih terjadi di Kalimantan Barat. Sampel tersebut diambil dari peternakan peternakan unggas sektor 4 yang mana penurunan produksi akibat CRD tidak terlalu dirasakan. Hal ini karena memelihara ayam di sektor 4 menjadi usaha sampingan di Masyarakat. Namun demikian bila sistem pemeliharaan intensif, penyakit CRD ini sangat merugikan akibat penurunan produksi yang diakibatkannya. Kabupaten Mempawah merupakan daerah dengan hasil uji seropositif terhadap penyakit CRD yaitu sebesar 25,25%. Sehingga perlu perhatian terhadap hasil seropositif mengenai penyakit ini.
PENYAKIT PARASIT DARAH
Penyakit parasit darah yang diidentifikasi di Laboratorium Parasitologi pada UPT Pelayanan Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Klinik Hewan Provinsi Kalimantan Barat adalah Anaplasma sp, Babesia sp, Theleria sp dan Trypanosoma sp. Trypanosoma evansi yang menyebabkan penyakit Surra atau Trypanosomiasis adalah salah satu penyakit hewan menular strategis. Hampir semua lalat penghisap darah dapat menularkan penyakit ini tetapi gologan Tanabidae (lalat kuda) dan Stomoxys (lalat kandang) merupakan vektor yang paling umum di Asia Tenggara.
Hasil pemeriksaan menunjukkan dari 98 sampel yang diperiksa, 4,15% menunjukkan hasil positif Trypanosoma sp, dan 100% negatif Anaplasma sp, Theleria sp dan Babesia sp. Positif Trypanosoma sp ditemukan di Kabupaten Kapuas Hulu. Hal ini perlu diperhatikan dan dikendalikan secara segera agar penyakit cepat dilokalisir dan tidak menyebar ke daerah lainnya. Lalat penghisap kandang seperti Stomoxys (lalat kandang) sebagai vektor penyebaran penyakit Surra harus dikendalikan.
HELMINTHIASIS/IDENTIFIKASI TELUR CACING
Hasil pemeriksaan menunjukkan dari 94 sampel yang diperiksa, 73 sampel (77,76%) menunjukkan hasil positif dan 21 sampel (22,35%) menunjukkan hasil negatif. Hasil positif menunjukkan hasil antara lain golongan nematoda dan trematoda. Golongan Trematoda seperti Fasciola sp (Cacing hati) dan Paramphistomum sp banyak ditemukan juga.
Kabupaten / Kota dengan hasil positif helminthiasis adalah tersebut antara lain : Sambas menunjukkan hasil positif sebesar 100%, Kapuas Hulu menunjukkan hasil positif sebesar 79,01% dan Sanggau menunjukkan hasil positif sebesar 66,66%. Upaya pemberian obat cacing yang tepat harus dilakukan sebagai cara yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit kecacingan. Berikut gambaran peta hasil pemeriksaan identifikasi helminthiasis di Provinsi Kalimantan Barat.